Mengucilkan Ego, Memenangkan Hati

Mengucilkan Ego, Memenangkan Hati
Nia Amanda
Sekretaris Eksternal BEM KM IPB 2017/2018

Transformasi Aku
“Sebaik-baik mahasiswa adalah yang  ingin terus belajar, dengan atau tanpa paksaan dari keadaan.”
Aku, salah satu mahasiswa yang tidak tertarik sama sekali dalam bidang organisasi Eksekutif, mencoba memahami arah gerak kampus melalui media sosial, mengkritisi dengan berbagai teori, yang entah aku pun tidak tahu teori itu akan berwujud apa jika diaplikasikan pada dunia yang sebenarnya. Ya kamu benar, sebut saja aku “apatis” sama seperti mahasiswa pada umumnya. Sampai suatu ketika, aku bertemu dengan dia, sebut saja dia Gea.  Gea menginspirasi hijrahku, kemampuan persuasifnya yang tidak tertandingi, dengan logika ekstrimnya, dan dengan hangat yang selalu ia wabahkan, aku mencoba belajar banyak hal darinya. Bahwasanya setiap diri kita pasti memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Kelebihanku adalah pandai memosisikan diri terhadap oarang lain, baik yang lebih tua, ataupun muda, dan dapat memengaruhi orang lain, katanya. Tanpa terasa, kepercayaan diriku meninggi, seperti sesaat setelah menginjeksikan hormon insulin di PUBG (re: papji). Itulah awal transformasiku dan aku berhutang banyak pada Gea.

Dipertemukan dengan orang baik
“Kepercayaan diri meningkat, menyebabkan hormon untuk berfikir, dan bekerja juga meningkat.”
Menghadapi masa-masa terakhirku di Kampus, dimana kemauan untuk berkontribusi menentukan arah gerak kampus sedang pada puncaknya, aku disambut hangat oleh dua orang baik yaitu Ermas dan Ghazaly. Mereka berperan banyak dalam hidupku, melalui mereka berdua, Allah mengenalkanku dengan banyak hal. Belajar dari orang baik, maka perlahan kita juga akan menjadi baik. Melalui mereka pula akhirnya aku dipertemukan dengan orang baik lainnya, Qudsyi dan Surya. Takdir Allah menggerakkan hati Qud-Sur untuk kemudian meminta aku menjadi Sekretaris BEM KM IPB 2017/2018 menemani seorang Khoirunnisa Azahra, Almay Abyan Izzi Burhani, Fa’iqotul Imamah, dan Suciyati Martinea yang memang sudah dipinang lebih dulu. Aku ingat sekali, dengan niat tulus dan ikhlas demi kepentingan umat, aku mengucap bissmillah sembari meneguhkan hati. Ada rasa takut yang membuncah terlebih aku tidak mengenal sifat Qudsyi, Surya, Nisa, Suci, dan Almay tapi satu hal yang aku pegang teguh sampai saat ini “Aku ada disini karena seizin Allah, dan aku percaya Allah maha bijaksana dalam menentukan takdir hamba-Nya.

Meluaskan sabar
“Bukan lagi bagaimana caramu mempelajari, tapi lebih dari itu bagaimana caramu memahami dan mengerti orang lain.”
Setiap Organisasi pasti memiliki cerita unik yang berbeda-beda. Kabinet Bara Muda, sesuai dengan namanya “Bara” dan memang selalu dihiasi bara, masalah datang silih berganti dengan pencapaian-pencapaian yang kita perjuangkan bersama. Entah aku bingung menyebutnya cobaan atau adzab dari akumulasi dosa-dosa para pengurusnya. Mari kita coba berhusnudzon pada Allah, mungkin Allah sedang menguji seberapa besar tingkat kesabaran kita. Berbicara tentang sabar, aku pernah menaruhnya tepat didalam kepalaku. Namun, sabar tidak hanya memerlukan kepalamu, lebih dalam dari itu, sabar memerlukan ruang besar dan luas dalam hatimu. Adaptasi sifat dan pendekatan personal ke masing-masing individu menurutku adalah hal penting, karena ketika seseorang telah merasa dekat dan nyaman, dia akan ikhlas memberikan kemampuan terbaiknya. Menyesuaikan sifat dengan berbagai macam sifat, aku akhirnya memutuskan untuk menjadi seperti bunglon, pandai berkamuflase, bergerak menyesuaikan dengan lingkungan yang dipijak, mencoba menerima dan memahami setiap sisi dari anak-anak Bara Muda, mulai dari yang suka hedon sampai yang benar-benar hobinya hanya diam dan membaca. Memahami dan menerima sifat individu bukan hal yang sulit, aku hanya butuh meluaskan sabar.

Mengucilkan ego, memenangkan hati
“satu kata yang dibenci oleh semesta adalah ego”
Kadar ego setiap orang berbeda. Sangat berbahaya dan mampu merusak tatanan hubungan yang sudah diperjuangkan oleh masing-masing pihak. Sehingga, ego ini perlu dikucilkan, jangan diberi ruang. Mengucilkan ego adalah tahap penerimaan paling tinggi setelah tahap mempelajari, mengerti, menerima, dan meluaskan sabar terpenuhi. Layaknya  pohon kurma yang tumbuh diatas tanah arab, berjuang menerima nutrisi dari tanah lalu berkembang, dan memberi manfaat untuk jutaan umat. Kalau saja satu pohon kurma memiliki ego yang sangat tinggi maka tentunya tanah arab tidak akan dipenuhi kurma-kurma indah nan menjulang tinggi. Begitupula denganku, memutuskan berorganisasi artinya sudah harus siap mengucilkan ego dalam nurani.  Seperti halnya buih dilautan, sekuat apapun aku melangkah maju kedepan, akan selalu ada gelombang besar menghadang, tanpa kalian aku tidak akan pernah berhasil mengistiqamahkan apa yang aku cita-citakan. Sampai pada tahap terakhir pembelajaranku selama di Bara Muda yakni, memenangkan hati.

Comments

Popular posts from this blog