Most Dilemmatic Situations untuk Perempuan?

Pertanyaan tersebut sangat menggambarkan hal-hal yang sering dihadapi oleh perempuan dalam konteks budaya dan agama tertentu, termasuk dalam pandangan Islam. Dalam konteks Islam, terdapat prinsip bahwa sebaik-baik wanita adalah yang berdiam di rumah, untuk lebih jelasnya berisi demikian "Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33)". Namun, penting untuk dicatat bahwa pemahaman dan implementasi prinsip ini dapat bervariasi di antara individu dan masyarakat, dan dalam konteks zaman dan budaya yang berbeda.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perempuan seringkali ditempatkan pada dua pilihan sulit dalam pandangan seperti ini:

1. Interpretasi yang Beragam: Dalam Islam, seperti dalam banyak agama lainnya, terdapat berbagai interpretasi terhadap ajaran dan prinsip. Beberapa individu atau kelompok mungkin menginterpretasikan bahwa sebaik-baik wanita adalah yang berdiam di rumah dengan cara yang sangat kaku, sedangkan yang lain mungkin memiliki interpretasi yang lebih luwes.

2. Konteks Sosial dan Budaya: Konteks sosial dan budaya tempat Islam diamalkan juga memengaruhi bagaimana prinsip-prinsip tersebut dipahami dan diterapkan. Dalam masyarakat yang mungkin memiliki norma-norma patriarkal yang kuat, perempuan sering kali diharapkan untuk memenuhi peran tradisional sebagai ibu dan istri, yang sering bertentangan dengan aspirasi karier atau kebebasan individu.

3. Tuntutan Hidup Modern: Dalam dunia yang semakin modern dan global, tuntutan hidup dan perubahan sosial dapat menempatkan perempuan dalam posisi di mana mereka harus memilih antara memenuhi ekspektasi tradisional atau mengejar aspirasi pribadi dan profesional.

4. Keterbatasan Sumber Daya: Keterbatasan sumber daya, seperti akses terhadap pendidikan, pekerjaan, atau dukungan sosial, juga dapat membatasi pilihan yang tersedia bagi perempuan, terutama jika mereka diharapkan untuk mematuhi norma tertentu.

5. Kekhawatiran terhadap Keselamatan dan Keamanan: Beberapa keluarga atau individu mungkin memilih untuk mempertahankan model tradisional karena kekhawatiran terhadap keselamatan dan keamanan perempuan di lingkungan yang dianggap lebih berisiko.

Terdapat tantangan dalam mengatasi dua pilihan sulit ini, penting untuk mencari pendekatan yang memungkinkan perempuan untuk memperoleh pendidikan, memilih karier, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan masyarakat dengan cara yang sesuai dengan keinginan dan nilai-nilai mereka, sambil tetap memperhatikan nilai-nilai agama. 

Disisi lain, Laki-laki yang melarang istrinya bekerja juga memiliki alasan yang tepat secara agama, seperti yang tertuang dalam satu hadist nabi "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829)". 

Namun, penting untuk diingat bahwa penafsiran terhadap ajaran agama dapat bervariasi dan konteks serta pemahaman yang lebih luas perlu dipertimbangkan.

Dalam hadis yang saya kutip diatas, memang disebutkan bahwa laki-laki bertanggung jawab sebagai pemimpin bagi keluarganya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Namun, hal ini tidak secara eksplisit mengarahkan bahwa perempuan harus berdiam dirumah secara mutlak atau tidak boleh bekerja. Interpretasi yang lebih luas dari hadis tersebut mencakup tanggung jawab laki-laki untuk memastikan bahwa keluarganya dikelola dengan baik dan amanah, bukan untuk menghalangi perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Dalam sejarah Islam, banyak contoh perempuan yang aktif berkontribusi dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi dan sosial, sambil tetap memenuhi tanggung jawab mereka dalam keluarga. Misalnya, Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW, adalah seorang pedagang sukses sebelum menikahi Nabi dan terus berbisnis setelahnya. 

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa ajaran agama harus dilihat secara holistik dan kontekstual, dan bukan dalam pengertian yang kaku atau literal. Kebijaksanaan Islam menghargai kontribusi perempuan dalam masyarakat dan memberikan framework untuk kesetaraan dan keadilan, sembari mengakui perbedaan peran yang ada dalam struktur keluarga. 

Comments

Popular posts from this blog

Mengucilkan Ego, Memenangkan Hati